Bukan main gembiranya saya waktu mendengar kabar bahwa Tim Burton terpilih untuk menggarap film adaptasi novel Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children. Kisah fantasi karangan Ransom Riggs ini memang sangat kental dengan nuansa vintage dan gothic, layaknya film-film ciri khas Tim Burton. Sutradara nyeleneh ini sudah akrab di telinga kita sejak tahun 1980an, mulai dari film klasik seperti Beetlejuice dan Edward Scissorhands, dan terus aktif berkarya hingga masa kini melalui Charlie and the Chocolate Factory atau Alice in Wonderland. Tak luput juga film animasi stop-motion seperti The Nightmare Before Christmas atau Corpse Bride. Nah, bagaimana Tim Burton akan meramu kisah ajaib Miss Peregrine kali ini? Film dibuka dengan pemandangan kota sub-urban yang simetris, mengingatkan kita pada adegan pembuka Edward Scissorhands.
Adalah Jacob Portman (Asa Butterfield), atau yang akrab dipanggil Jake,
seorang pemuda 16 tahun dari Florida yang merasa hidupnya membosankan.
Jake bukan anak yang populer, ia tidak punya teman maupun hobi. Selama
liburan musim panas ia harus menjaga kakeknya yang sudah sepuh, Abe
Portman (Terence Stamp). Grandpa Abe seringkali mengigau bahwa ia
dikejar-kejar orang jahat, namun Jake menghiraukannya karena mengira itu
hanyalah ciri-ciri orang pikun. Ketika Jake akhirnya melihat sosok
monster yang dimaksud sang kakek, semuanya sudah terlambat karena
Grandpa Abe sudah ditemukan dalam keadaan tewas secara misterius. Jake yang mengalami trauma akhirnya
memutuskan untuk mencari tahu masa lalu Grandpa Abe di Cairnholm, Wales,
Inggris. Di pulau kecil inilah kakeknya menghabiskan masa kecilnya di
rumah anak-anak milik Miss Peregrine. Sayang, rumah tua itu ditemukan
sudah hancur akibat serangan bom Perang Dunia II di tahun 1940. Di
tengah keputusasaan, Jake menemukan sosok anak-anak misterius di rumah
tersebut. Ia mengenali mereka sebagai tokoh-tokoh yang dulu sering
diceritakan oleh kakeknya sebagai dongeng pengantar tidur. Mereka adalah
Emma (Ella Purnell), gadis yang bisa terbang; Olive (Lauren McCrostie),
si pengendali api; Millard (Cameron King) yang tembus-pandang; dan Si
Kembar (Thomas & Joseph Odwell) yang selalu menutup wajahnya.
Grandpa Abe pernah bercerita bahwa anak-anak ajaib ini adalah sahabat
lamanya. Anehnya, mereka semua tampak masih muda dan sebaya dengan Jake. Jake kemudian diajak kembali ke tahun 1940 melalui sebuah time loop tersembunyi. Di dalam loop ini,
waktu berhenti di tanggal 3 September 1940. Rumah tersebut masih
berdiri utuh, di mana mereka semua hidup tentram tanpa bertambah tua.
Sang headmistress sekaligus pengendali time loop,
Miss Peregrine (Eva Green) menyambut Jake dan menjelaskan semua tentang
dunia mereka — atau yang biasa disebut kaum Peculiars, yang berarti
“aneh” atau “janggal”. Jake yang memiliki kemiripan dengan mendiang
Grandpa Abe semasa muda, langsung mendapatkan hati di kalangan anak-anak
Miss Peregrine, terutama Emma. Mereka mengajak Jake untuk tinggal
bersama Miss Peregrine selamanya. Jake menjadi bimbang — apakah hidup di
tahun 1940 lebih baik daripada hidup di zaman modern yang monoton?
Tidak semudah itu. Di balik kehidupan damai mereka, ada ancaman
mengerikan dari Hollowghast, monster ciptaan Dr. Barron (Samuel L.
Jackson) yang ingin menyantap para Peculiars demi memenuhi ambisi hidup
abadi. Stay Peculiar #StayPeculiar adalah tema
yang dipilih sebagai tagline film ini. Pesan moral ini mengajarkan kita
untuk menerima seluruh diri kita apa adanya, seaneh apapun itu, dan
bangga karena itulah yang membedakan kita dengan orang lain. Setiap
karakter dalam Miss Peregrine
memiliki keunikannya masing-masing, tidak terkecuali Jake, yang awalnya
selalu rendah diri karena merasa dirinya tidak bisa apa-apa. Kalau kamu merasa ide cerita film ini hanya ikut-ikutan kisah X-Men dengan
Xavier School-nya, maka kamu salah besar. Kekuatan ajaib anak-anak Miss
Peregrine bukan merupakan superpower yang destruktif seperti halnya X-Men. Justru sedikit ‘kejanggalan’ mereka membawa angin segar di tengah ramainya film-film superhero yang marak belakangan ini. Eva Green sukses memukau penonton Saya tidak bisa membayangkan orang
lain selain Eva Green untuk memerankan Miss Peregrine. Dengan aksen
Inggris, Eva tampil anggun dan sangat fierce, tapi tetap sedikit komikal. Tidak heran kalau Hollywood menyebutnya sebagai the next Tim Burton’s muse. Hmm, akankah Eva Green menggantikan posisi Helena Bonham Carter? Anak-anak Miss Peregrine semuanya tampil dengan baik. Creepy, mysterious, but adorable. Sayang, terlalu banyak tokoh yang unik-unik justru mengurangi pendalaman karakter. Rasanya film ini hanya mengedepankan peculiarity mereka saja tanpa digali lebih dalam. Mulai dari Captain America: Civil War, Suicide Squad, sampai The Magnificent Seven, sepertinya film dengan jumlah karakter yang banyak memang sedang ngetren di tahun 2016 ini. Sangat disayangkan, memilih Asa Butterfield sebagai tokoh utama sepertinya merupakan suatu miscast. Asa
hanya berwajah datar sepanjang film, bahkan tidak tampak sedih ketika
kakeknya meninggal, ataupun kaget saat bertama kali bertemu Emma cs.
Barangkali memang karakter Jake sengaja dibuat clueless, tapi dibawakan oleh Asa rasanya malah emotionless. Maybe Tim Burton should have just stick to Johnny Depp. Alur cerita justru terasa agak membosankan ketika mendekati klimaks pertarungan. Thanks to Samuel
L. Jackson yang sukses membuat bulu kuduk berdiri, penonton dibuat
terhibur dengan aksinya yang jahat tapi humoris. Cerita ditutup dengan
logika yang agak membingungkan, tapi ya namanya juga kisah fantasi,
tidak usah terlalu kita pusingkan. Bagi penggemar buku Miss Peregrine
mungkin akan kecewa karena isi filmnya sangat berbeda dari novelnya.
Daripada bersedih sebaiknya dari awal kamu camkan dalam hati, bahwa this version of Miss Peregrine has been Tim Burton-ized.Not in a bad way (seperti adaptasi Dark Shadows atau Alice Through the Looking Glass yang menuai review buruk di pasaran), but in a good way. Dengan cerita seru, tone yang gelap-misterius, serta efek visual yang cantik, saya bisa katakanMiss Peregrine’s Home for Peculiar Children adalah karya terbaik Tim Burton sejak tahun 2010.
Sinopsis
Setelah bertemu di film Ender's Game, Asa Butterfield beradu akting kembali bersama Hailee Steinfeld
Tentu, aktor Ethan Hawke bukanlah nama yang asing bagi Anda, bukan? Kali
ini, ia akan kembali berakting kembali dalam sebuah sinema layar lebar
bergenre drama terbaru adaptasi dari sebuah kisah novel karya Eleanor
Enderson. Sinopsis film Ten Thousand Saints kali ini akan memberikan
informasi kepada Anda tentang bagaimana kehidupan seorang remaja harus
melalui berbagai macam masalah. Seperti apa kisah yang akan diangkat
dalam film ini? Sebelumnya, kisah drama Little Boy juga begitu menarik untuk disimak. Langsung saja, berikut informasi yang bisa saya sajikan kali ini.
Plot Cerita Film Ten Thousand Saints
Kehidupan lama yang kacau. Setidaknya, itulah yang dialami seorang
remaja dari Vermont yang bernama Jude. Terlibat dalam dunia yang merusak
dan hal-hal terlarang, membuatnya kacau, apalagi salah satu sahabatnya
yang bernama Teddy meninggal karena overdosis.
Ia pun dengan segera dipindahkan ke Manhattan untuk bertemu dan
tinggal bersama ayahnya yang bernama Les. Disana, ia bertemu dengan
Johnny yang merupakan saudara tiri dari almarhum Teddy, serta Eliza yang
ternyata mengandung anak dari almarhum Teddy. Dengan segera, Jude
bergabung dengan teman-teman dari kelompok Johnny, yang memilik aturan
yang sangat berbeda dengan saat ia berada di Vermont.
Bersama dengan
Johnny dan Les, mereka berniat untuk hidup seperti keluarga untuk
menolong Eliza yang memiliki kesalahan di masa mudanya tersebut sehingga
harus merawat kehamilannya. Apa yang terjadi berikutnya? Apakah hal-hal
yang penuh intrik akan ditampilkan?
Seperti yang saya bilang tadi, salah satu pemeran film action bertajuk Good Kill
yang bernama Ethan Hawke akan berperan sebagai sang ayah yang bernama
Les. Selain itu, ada juga Asa Butterfield sebagai Jude, Hailee
Steinfeld, aktris yang sudah tidak asing lagi karena sebelumnya juga
pernah berperan dalam film sekuel Pitch Perfect,
yang kali ini kebagian peran sebagai Eliza, dan lain-lain. Film ini
sendiri sudah pernah ditampilkan secara perdana pada Festival Film
Sundance tahun ini.
Nathan sulit bergaul bukan karena ia bodoh atau karena ia tidak punya
topik untuk dibicarakan. Sebenarnya ia punya banyak hal untuk
dibicarakan, hanya saja ia terlalu takut untuk mengungkapkannya. Hingga
suatu ketika ia bertemu dengan seorang guru yang tidak biasa bernama Mr.
Humphreys. Keduanya menjalin hubungan yang spesial dan berangkat ke
Olimpiade Matematika Internasional. Di sana Nathan bertemu dengan
peserta lainnya yang tidak kalah unik. Ia juga belajar banyak hal
mengenai teman, dirinya, dan cinta.
Selain membahas autisme, kamu juga akan mengetahui betapa hebatnya para
orang tua mereka, dan betapa uniknya guru mereka. Ada juga beberapa
masalah remaja yang dibahas di film yang istimewa ini.
Singkat cerita :
Di dunia yang serba kompleks ini, Nathan kesulitan untuk menghadapinya.
Namun ia memiliki ayah dan ibu yang hebat dan perhatian dengan anaknya.
Ayahnya selalu bisa membuatnya tertawa. Tapi itu semua berubah saat
ayahnya meninggal karena kecelakaan. Nathan pun mengalami trauma dan
sangat sedih. Ia juga sulit bergaul dan selalu sendiri. Satu - satunya
hal yang ia suka adalah matematika.
Rebecca (Alexa Davies) - A Brilliant Young Mind (2014)
Di tempat lain, ada seorang guru yang unik dan tidak biasa. Mr.
Humphreys, ialah yang akan jadi guru Nathan. Mr. Humphreys ini sangat
memahami keadaan Nathan sehingga mereka berdua bisa bergaul dan menjalin
hubungan yang istimewa. Meskipun Mr. Humphreys memiliki masalahnya
sendiri, namun ia tetap bisa menjadi guru yang hebat.
Singkat cerita, karena prestasi Nathan, ia bisa maju ke Olimpiade
Matematika Internasional. Di sana ia bertemu dengan berbagai teman baru
dan keunikan mereka. Ia juga bertemu dengan Rebecca (Alexa Davies) dan
Zhang Mei (Jo Yang), para gadis cantik yang mempunyai simpati kepada
Nathan. Si Zhang Mei inilah yang akan menemani hari - hari Nathan.